Selasa, 25 Desember 2012

Say No to Drugs! | Seputar Indonesia

komunitas Goodlife society diliput di koran dan e-news seputar indonesia.
http://www.seputar-indonesia.com/news/say-no-drugs

Say No to Drugs!

ngamen sehat @tebet. angga, yuki,& sham












”When you do a lot of good things, a good life will come to you.If you have a good life, a lot of good thing will come to you.”

Begitulah filosofi yang dianut komunitas GoodLife Society, sekelompok anak muda yang peduli akan gaya hidup sehat.Komunitas yang dibentuk sejak 7 Agustus 2011 ini diprakarsai Madya Wirapati, Danar Bayu Crisna, Yuki Wirabagja, Fira Julianda, Agustriadi Nugraha,dan Sulistiawati. Mereka memiliki kesamaan dalam memandang gaya hidup sehat.Tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol. Tujuan mereka membentuk komunitas ini tak lain agar anak-anak muda di Indonesia dan Jakarta khususnya dapat menerapkan hidup sehat.

Untuk saat ini, GoodLife Society fokus kepada anak muda Jakarta,tetapi tidak menutup kemungkinan untuk menyeluruh di seluruh Indonesia.Tujuan utama dari komunitas ini adalah menjadikan hidup sehat sebagai gaya hidup. Meski baru berjalan setahun,Good- Life Society telah mendapatkan banyak respons positif dari berbagai pihak. Komunitas ini juga menjalin kerja sama dengan lembaga yang terbiasa mengobati trauma dan kebiasaan buruk.

Hal ini berguna bagi mereka yang sulit menghilangkan kebiasaan buruk seperti rokok dan alkohol. GoodLife Society berencana akan menjalin kerja sama yang solid dengan lembaga rehab resmi dan lebih besar seperti Badan Narkotika Nasional (BNN). GoodLife Society menaungi beragam subkomunitas yang terbentuk sesuai hobi dan minat seperti bersepeda, sepak bola, basket, tari, teater,musik, desain, film, dan fotografi.

Dalam beraktivitas, mereka memiliki lima prinsip dasar yang semua poinnya merujuk kepada hidup sehat. ”Kami punya prinsip dasar, no smoking, no alcohol, no drugs, no free sex, dan no littering,”ujar humas GoodLife SocietyFira Julianda kepada harian Seputar Indonesia (SINDO),Sabtu (22/12). Tak heran jika mereka giat mengampanyekan lima prinsip dasar tersebut Salah satunya program yang kini dilakukan adalah Kampanye Ngamen. Aksi ini berorientasi mengumpulkan 1.000 puntung rokok untuk Jakarta yang lebih bersih.

Menurut Fira, ditargetkan dalam waktu dua hingga tiga bulan dapat mengumpulkan 1.000 puntung rokok.Biasanya, mereka ngamen di tempat-tempat yang banyak dikunjungi anak muda. Kemudian,mereka meminta rokok yang sedang dihisap pengunjung dan diganti dengan permen. Kampanye ini pun mendapatkan sambutan yang baik pengunjung.Pada tahun mendatang, GoodLife Society berencana mengadakan roadshow ke sekolah SMP dan SMA untuk mengampanyekan hidup sehat.

Menurut pengamat sosial Devi Rahmawati, maraknya komunitas anak muda yang peduli akan lingkungan dan sosial patut di apresiasi.Kesadaran ini muncul dari diri mereka sendiri secara swadaya sebagai gerakan massa demi kehidupan yang lebih baik.Maraknya komunitas anak muda ini terjadi hampir di seluruh dunia dan ditunjang dengan teknologi yang canggih, sehingga kesadaran ini menjadi kesadaran global.

”Ini merupakan hal yang unik bahwa anak muda sekarang tidak hanya hidup dalam hedonisme, tapi ada juga yang sudah sadar bahwa keberlangsungan hidup bumi berada di tangan mereka.Anak muda inilah yang akhirnya akan meneruskan kehidupan bangsa di masa depan yang lebih baik,”ujar Devi kepada SINDO,Sabtu (22/12). Dengan gaya hidup modern saat ini, generasi muda semakin terbuka menerima pembaruan dengan berpikir lebih memperhatikan kualitas hidup sehat. ema malini

Jumat, 21 Desember 2012

MILKY

Milky, coffee & TV


 

 

 

 

 

















 Blur “Coffee & TV”
July 25th, 2009
. “Y’know, one time coffee was believed to be the drink of the devil. When Pope Vincent III heard about this, he decided to taste the drink before banning it. In fact, he enjoyed coffee so much, he wound up baptising it, stating ‘coffee is so delicious, it would be a pity to let the infidels have exclusive use of it’. I also feel that way about coffee. And about TV. And … about Blur.
—Bob Dylan, memperkenalkan “Coffee & TV” di acara radionya pada tahun 2006

Sebuah kotak susu berjalan di tengah keramaian kota. Di badannya menempel selembar foto anak hilang. Susah payah ditembusnya segala rintangan perjalanan itu: jalan raya yang penuh mobil, orang-orang berlalu lalang, risiko terlindas dan terinjak. Bagaimanapun, si anak hilang harus segera ditemukan. Di rumahnya telah menunggu dengan cemas sepasang orang tua—muka mereka murung.
Videoklip “Coffee & TV” adalah cerita tentang sebuah misi mulia. Sebuah upaya penyelamatan. Perjalanan si kotak susu menjadi sangat heroik sekaligus mengharukan. Dan perjuangannya tak sia-sia. Si anak hilang berhasil ditemukan—dia sedang bermain musik, nge-band bersama teman-temannya. Si anak hilang pun bergegas pulang, meninggalkan teman-temannya, kembali ke rumah orangtuanya. Tugas si kotak susu selesai.
Blur, band asal Inggris, berhasil menerjemahkan lirik lagunya ke dalam bahasa gambar videoklip dengan cara yang ‘berbeda’. Lirik lagu “Coffee & TV” sendiri bercerita tentang seorang superstar yang lelah akan dunianya. Lirih, lagu bernuansa minor ini dilantunkan—setengah berharap, setengah mengejek. “Do you feel like a chain store/ practically floored/ one of many zeros/ kicked around bored…” Popularitas menjadikan seorang bintang seakan-akan (harus) hidup dalam deretan etalase toko: siap dilihat-lihat, dan oleh sebab itu harus bagus—karena konsumen adalah raja. Sang bintang pun terjebak dalam rutinitas itu: rangkaian konser yang gegap gempita, jadwal tur yang melelahkan, kejaran pers, dan histeria penggemar. Ruang gerak pun menjadi terbatas. Privasi tiba-tiba menjadi satu hal langka.
Penggemar bisa berada di mana saja, siap mengejar-ngejar untuk sekadar tanda tangan atau foto bersama. Sesuatu yang mungkin pada awalnya menyenangkan, membanggakan, tapi lama-kelamaan merepotkan juga. Sang bintang pun merasa letih. Mungkin juga jenuh—dan karenanya ingin sekali-kali hengkang dari situ. Di bagian reffrain, dengan teriakan setengah tertahan, keinginan itu diungkapkan: “…so give me coffee and TV easily/ I’ve seen so much/ I’m going blind/ and braindead virtually…” Hal-hal sepele pun kemudian menjadi sangat berharga: ditemani secangkir kopi, menonton televisi, menjalani kehidupan seperti orang lain, layaknya seorang manusia biasa.
Videoklip lagu ini tak lantas ber-‘frontal ria’. Dia tidak hendak menerjemahkan lirik lagu begitu saja. Dipilihnya cara penyampaian yang lebih ‘halus’. Sebuah sudut pandang yang sedikit berbeda, tanpa harus menyimpang dari tema utama dan pesan lagu yang ingin disampaikan. Tak ada sepotong pun adegan tentang gemerlapnya dunia bintang. Tak ada kilapan blitz kamera dan lampu-lampu panggung yang menyilaukan. Tak ada kepungan mikrofon wartawan dan teriakan histeris penggemar. Sebagai gantinya, dipakainya simbol-simbol, yang cukup simpel tapi dalam: kotak susu dan foto anak hilang.
Hampir seluruh adegan adalah petualangan seru si kotak susu. Sang bintang digambarkan sebagai “si anak hilang”. Sebuah kiasan yang cukup bersahaja. Bahwa si kotak susu harus menempuh perjalanan yang cukup berat—untuk ukuran sebuah kotak susu—menggambarkan betapa misi mulia itu tidaklah mudah: “mengembalikan” sang bintang ke dunianya yang semula. Betapa tidak gampang untuk keluar dari sebuah lingkaran setan bernama “dunia showbiz” itu. Dunia yang penuh gemerlap, tampak menyenangkan, tapi sekaligus kejam. “Take me away from this big bad world…”—Blur bahkan menggambarkannya sebagai “sebuah dunia besar dan buruk”.
Dunia bintang ternyata tak selalu seenak kelihatannya, dan popularitas tak selamanya menyenangkan. Tak jarang mereka memaksa seorang bintang harus terus memakai topeng, demi menghibur penggemar. “Your ears are full but you’re empty/ holding out out your heart/ to people who never really/ care how you are…” Ada ‘kekosongan’ di tengah ketenaran itu, menyelinap diam-diam. Ada sesuatu yang hilang.
Tapi siapa yang mau peduli ‘kehampaan’ itu? Tiba-tiba kita teringat kisah tragis Kurt Cobain. Popularitas Nirvana—lengkap dengan segala konsekuensinya—ternyata, siapa sangka, sangat menyiksa dia. Salah satu judul lagunya yang terkenal, “I Hate Myself and I Want To Die” seakan mengisyaratkan sesuatu. Semacam beban yang berat. Bisa jadi sesuatu yang tak terjelaskan, namun menghimpit. Surat terakhirnya lebih menegaskan lagi: “…kejahatan terbesar yang pernah aku lakukan adalah naik ke panggung dan mempertontonkan kepalsuan…” Dan matilah si dewa grunge itu—dengan pistol ia meledakkan kepalanya sendiri. Tragis.
Blur bukannya tak tahu hal itu. Invasi pertama Blur ke Amerika di awal ’90-an—mencoba mengulang kesuksesan Beatles—gagal total karena demam grunge ala Nirvana sedang kuat-kuatnya melanda Amerika. Band asal Inggris lainnya, Oasis, yang sukses menginvasi Amerika beberapa tahun kemudian, juga pernah menulis tentang risiko sebuah popularitas. Lirik lagu “Champagne Supernova” mereka menyiratkan hal itu: “How many special people change/ how many lives are living strange/ where were you when we were getting high?”
Dunia pesohor tak selamanya indah. Blur pernah menjadi bintang, merasakan popularitasnya, menanggung risikonya. Dan mereka ingin sekali-kali “keluar”—sebelum beban itu meledak. Melepaskan label-label superstar mereka, meski cuma sejenak. Mereka memilih cara yang sehat: dengan “kopi dan televisi”—bukan pistol. Pilihan yang manis. Lebih manis lagi, dengan sekotak susu yang berjalan-jalan lucu sepanjang videoklip.
* * *
Post Scriptum: Di videoklip yang dibuat tahun 1999 ini, “si anak hilang” diperankan oleh gitaris Blur, Graham Coxon, yang juga menulis lirik “Coffee & TV” dan menyanyikannya sendiri (di lagu ini vokalis Damon Albarn hanya mengiringi sebagai vokal latar). Uniknya, melalui videoklip ini Graham Coxon seolah meramalkan nasibnya sendiri. Tiga tahun setelah itu lagu itu dibuat, dia hengkang dari Blur, meninggalkan teman-temannya, dan melanjutkan proyek solonya.
Setelah perpisahan itu, Blur sempat merilis album Think Tank (2003), untuk kemudian band tersebut vakum hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Tiap personel sibuk dengan proyek musik dan non musik masing-masing. Berbagai rumor bercampur harapan menyebutkan kemungkinan reuni formasi lengkap (termasuk Graham Coxon) dan rencana meliris album baru Blur. Namun harapan tinggal harapan. Dalam sebuah wawancara pada Oktober 2007, Damon Albarn mengakui ada masalah internal yang tidak kunjung terpecahkan dan bahwa reuni itu tidak akan pernah ada.
Sutradara videoklip ini, Garth Jennings (tergabung dalam Hammer and Tongs), juga membuat videoklip keren lainnya: “Imitation of Life”-nya R.E.M (2001) yang unik, dan “Silent Sigh”-nya Badly Drawn Boy (2002) yang menyentuh.
[Budi Warsito]
Bandung, 26 Desember 2007
(diperbarui dari catatan lama tahun 2002)
http://budiwarsito.net/kopi-tv-popularitas/
 
Do you go to the country / it isn’t very far
There’s people there who will hurt you / cos of who you are
Your ears are full of the language / there’s wisdom there you’re sure
Till the words start slurring / and you can’t find the door

Lagu ini diciptakan oleh gitarisnya Graham Coxon dan diartikan berbeda-beda oleh masing-masing orang. Dan karena itu lagu ini indah. Orang-orang melihat dari masing-masing sisinya dan mengambil secuil makna tanpa perlu repot memastikan bahwa maknanya adalah yang terbenar.
Ada satu bagian yang sangat menarik karena begitu berbeda (kabarnya, Coxon dalam sebuah interview, mengatakan bahwa lagu itu tentang kecanduannya alkohol dan caranya melepaskan diri dengan nonton TV terus menerus dan minum kopi), yaitu “Do you go to the country / it isn’t very far. There’s people there who will hurt you / cos of who you are. Your ears are full of the language / there’s wisdom there you’re sure. Till the words start slurring / and you can’t find the door”.
Dalam bahasa Indonesia terjemahan bebas:
“Apakah kau pernah pergi ke sebuah negara yang tidak terlalu jauh (dari sini)?
Ada orang-orang tertentu disana yang akan menyakitimu karena apa adanya dirimu. Kau memahami bahasanya dan yakin akan kebijaksanaan yang terkandung. Hingga kata-kata mengabur dan kau tak bisa lari.”
Disini Coxon berbicara tentang identitas/ simbol dan kebijaksanaan yang diwakilinya tetapi gagal dalam pelaksanaan hanya karena adanya perbedaan dan segala kebijaksanaan itu kabur menjadi kebencian dan aniaya dalam bahasanya Goenawan Mohamad.
Orang-orang mencari persamaan dan menghindari perbedaan karena dalam perbedaan terdapat potensi yang sangat besar untuk benturan dan benturan selalu menyisakan mesiu kebencian yang lahir dari pemahaman korban-korban. Perbedaan kemudian dinisbikan semata kebencian dan permusuhan. Orang-orang yang tidak setuju dengan anggapan dan pendapat kita berarti “memusuhi” dan “membenci” kita. Orang-orang karena dirinya sendiri berbeda adalah musuh. Identitas adalah segalanya dan kebijaksanaan (yang diwakili oleh identitas tersebut) semakin hilang ditelan kebencian dan kebengisan kebinatangan dalam lindungan dewa kebersamaan dan kesamaan identitas.
Meski Blur tidak pernah gamblang berbicara tetapi lagu ringan coffee & tv yang kental nuansa british pop dengan tambahan efek distorsi gitar juga mengumandangkan tentang politik dan negara dan karena itu tentang peradaban. Semenjak perang dingin usai dengan keruntuhan blok Uni Sovyet dan kemenangan demokrasi, politik identitas menemukan bentuk baru menjadi beberapa kutub runcing peradaban sebagaimana dijelaskan dengan sangat jelas oleh Samuel P. Huntington dalam bukunya Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia (Qalam, Cetakan 9, Juni 2005)
http://sosbud.kompasiana.com/2012/04/12/globalisasi-sebuah-persimpangan/

Rabu, 12 Desember 2012

I.C.U 12.12.12

RUMAHSAKIT 1+2






indiepop legendaris dari Jakarta, Rumah Sakit sejak tahun 1994 





 1 + 2












penyimak indiepop/popscene

SungkanBungkam

SungkanBungkam

sebuah artefak yang tak terlupakan
teringat ketika sepanjang tahun 2004 mengisi waktu luang di akhir pekan/hari libur/tanggal merah, belajar software cool edit pro, bikin rekaman akustik sendiri. Beberapa karya puisi bang Kukuh Basuki menjadi materinya, alat-alat musik yang digunakan cenderung sangat apa adanya bahkan meminjam teman-teman sampai ke pak RT di rumah saya, kamar Kukuh pun layaknya seperti studio dadakan alat perekam hanya menggunakan microphone aiwa dan komputer pentium4, suasana perkampungan di daerah cibinong-kampungsawah pun sangat mendukung terlebih jauh dari kebisingan dan polusi kota, sangat tenang dan segar. Kurang lebih ada 10 tracklist dengan aransemen yang ndeso/pop balada kampungan gt deh, namun menurut kami sangat asik didendangkan.
kontributor sungkanbungkam : Kukuh, Miko, Angga
https://soundcloud.com/radhit-angga/penguasa-sungkanbungkam

Berikut link mini-ep-nya
http://www.4shared.com/rar/FiMCaQ6R/sungkanbungkamEP.html

Sabtu, 24 November 2012

Galat/Error

Galat Tak Terunduh

galat... tak terunduh
galat... tak terunduh
galat sudah... tak terunduh
galat... tak terunduh...




MEDIALOGIC @ Indies party

 MEDIALOGIC




















Kembali kontributor Angga-Ivan-Gopar-Helmi
dalam MEDIALOGIC bermain di :

Indies Party (poster cafe reonian)
buset pamplet-nya....Yoman nggak nih... Yoman nggak nih (alias reage banget)














 

emang dasar 'drunken pop' lu pada
play song

asik berat... pelampiasan setelah tribute blur,
pop scane emang bikin lompat2an.
 like a Damon Albarn
play song
band indie pop lokal ... nggak ada salahnya covering indie lokal juga,
asik berat pas intro terakhirnya asoy geboy,
play song









































































Sabtu, 10 November 2012

DKV #3























































Penjelasan Konsep Poster, Undangan dan Name Tag Event Batik
Poster (A3)
Nama Batik Nusantara 2013 Sebagai nama event tersebut dipilih karena batik dan ragam hiasnya sebagai produk intelektual lahir/muncul telah lama jauh sebelum negara Republik Indonesia merdeka 1945, dahulu teritori bangsa Indonesia disebut sebagai Nusantara, maka itu di masa kini dan yang akan datang bangsa Indonesia harus tetap melestarikan produk intelektual yang menjadi kebanggaan bangsa. Event Batik Nusantara 2013 menyelenggarakan acara pameran, bazar, dan fashion show, untuk eksekusi media informasi (poster) dipilihlah model wanita berpakaian gaun dengan corak batik yang menunjukan keeksotisan batik, karena berkaitan dengan fashion show, agar tervisualisasikan nuansa peragaan pakaian batik, penjualan beragam pakaian dan kain batik/bazar, juga pameran. Objek diletakan sebelah kanan dan di seimbangkan olek teks/rangkaian tipografi disebelah kiri. Poster didominasi warna dari corak batik yaitu monokrom corak batik yang berwarna coklat yaitu pada pakaian model dan list bagian atas dan bawah poster, dan pada teks ‘nusantara 2013’ dan teks ‘batik’ yang di masking dengan corak batik. sebagai penawar dominasi coklat maka diberi latar belakang bercorak batik diagonal (mengikuti diagonal list atas bawah) berwarna biru dan merah dengan opacity yang sangat rendah agar bisa menjadi penyeimbang warna pada poster. Prinsip desain layout yang digunakan adalah unity, balance, dan empasis.
Font yang digunakan tak lebih dari 3 karakter yaitu : pada kata ‘Batik’ dan 2012 menggunakan Font ZilSemiSlab agar menonjolkan/menekankan event tersebut, namum pada tulisan nusantara menggunakan font philosopher Bold untuk sedikit bermain karakter huruf dan kata, kata nusantara tidak cocok dengan karakter font ZilSemiSlab karena terkesan terlalu angkuh jika kata ‘nusantara’ menggunakan font tersebut. Dan karena kata ‘nusantara’ menggunakan font Philosopher Bold, maka font itu di gunakan kepada teks-teks lainnya. Font Philosopher Bold yang digunakan pada tekslainnya itu bermaksud menunjukan kerendahan hati namun terselubung ingin membanggakan/bereksistensi--nusantara mempunyai produk intelektual dengan font ZilSemiSlab pada kata ‘batik’ dan ‘2013’. Pada kata Idr 50rb menggunakan font georgia bertujuan dengan ukuran (pt) yang kecil dan diberi warna berbeda dapat terlihat berbeda pula dan diketahui oleh khalayak yang melihat poster tersebut.
Logo identitas Grand Indonesia berada di atas karena sebagai penyelenggara acara, logo identitas perusahaan lainnya ada di bawah dengan komposisi yang diratur di samping teks nama-nama pengisi acara karena kedua pihak sama-sama memberi suport pada acara tersebut. Acara puncak 17 Agustus terpilihlah nama-nama musisi/artis yang bersinergi dengan acara batik nusantara 2013 (kontemporer dan tradisional), dengan talenta musik antara lain etnik, orkes dangdut, folks, eksperimental, dan pop, agar semua segmentasi apresiasi pengunjung terwakili yaitu kaum muda, remaja dan orang tua.

Undangan (210 mm x 90 mm)
Undangan dibuat landscape tetap dengan prinsip keseimbangan, visual di kanan model berbusana batik yang digunakan pada poster lalu dikiri diisi dengan list tebal dengan masking corak ragamhias batik. Info yang disampaikan event Batik Nusantara 2013 (pameran, bazar, fashion show) mengenai undangan khusus pada puncak acara tanggal 17 Agustus 20013, waktu dan lokasi detil diberitahukan juga nama-nama pengisi acara. Kepada siapa undangan itu dituju di cetak/ditulis dibelakang kertas undangan tersebut.
Name Tag (90 mm x 11 mm)
Ketika pengunjung memasuki gedung event tersebut dan registrasi maka diberi nametag sebagai tanda telah mengikuti event tersebut dan memiliki nomer dorprize yang akan diundi panitia penyelenggara pada acara puncak (sengaja tidak diberitahu pada poster sebagai surprise pada pengunjung), maka itu sponsor-sponsor yang turut mendukung/memberikan hadiah dorprize disertakan pada nametag tersebut.


Jumat, 02 November 2012

Packaging kaleng permen













 untuk aksi nyata hari ini 3/11... mudah mudahan berjalan lanncar....dst
"mengumpulkan 1000 batang rokok dari user-nya untuk Jakarta yang lebih segar"









Selasa, 30 Oktober 2012

PARKLIFE : Rocker dari Matraman

Parklife















Pada tahun 1995 di Jakarta adalah awal kebangkitan musik-musik underground dari berbagai aliran musik. Banyak acara underground dari berbagai musik diadakan, dan hal ini memberikan efek positif dari berbagai aliran untuk membentuk sebuah band, termasuk salah satunya Parklife.

Parklife di bentuk pada akhir tahun 1995 oleh Jerico (Vokalis), Ari Chadoex (Gitarist), Vincent Rompies (Bassis), Yudi (Drumers) dan Ivi (keyboardist) dengan mengusuk aliran alternative (british sound). Musik Parklife banyak dipengaruhi oleh band alternative asal Inggris yaitu Blur.

Dengan mengawali performance mengikuti acara underground yang dibuat oleh salah satu komunitas underground Jakarta yaitu Young Offender (Slamer Production), Parklife mendapat sambutan yang positif dari penonton. Setelah itu Parklife mengikuti Festival Alternative ke-2 di Stadion Persija Menteng (sekarang telah menjadi Taman Menteng) yang diikuti oleh ratusan band dari berbagai daerah, dimana Parklife masuk menjadi finalis untuk tampil pada acara tersebut.

Semenjak itu Parklife sering ikut dalam berbagai acara musik di Jakarta dan pada tahun 1997 sudah menjadi bintang tamu di acara-acara underground (Poster café, dll) SMA-SMA ternama di Jakarta (SMA 82, Lab School, SMA 8, Dll) serta di acara kampus ( LKI, UNTAG, YAI, dll)
 

Seiring dengan waktu dan kesibukannya masing-masing Parklife sempet vakum cukup lama, namun dikarenakan masih terjalin hubungan persahabatan dan kecintaan akan musik , maka Parklife (Jerico, Ari Chadoex, Vincent dan Yudi) kembali hadir untuk meramaikan dunia music Indonesia. form (http://doubledeckerent.blogspot.com/2010/07/parklife_10.html)



Dan setelah sekian lama tahun 2012 Parklife bermain kembali pada tribute Blur, 
 




kontributor Parklife : 
Jerico, Ari Chadoex , Vincent Rompies , Yudi, Nabil

http://www.youtube.com/watch?v=2nCSib8XqAU